Masjid Quba adalah masjid pertama kali yang didirikan
Rasulullah SAW, saat beliau hijrah dari Makkah ke Madinah. Beberapa kilometer
sebelum memasuki Madinah, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar, membangun masjid di
daerah Quba, yang sekarang dinamakan dengan Masjid Quba.
Masjid ini didirikan pada tahun 1 Hijriyah atau sekitar 622
M. Ketika itu, Rasul SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk segera berhijrah dan
menghindari kekejaman kafir Quraisy.
Dalam upaya hijrah itu, lokasi pertama yang disinggahi
Rasulullah SAW adalah gua Tsur. Di dalam gua ini, Rasulullah SAW bersembunyi
bersama Abu Bakar dari kejaran kaum kafir Quraisy.
Setelah kondisinya dirasa aman, Nabi SAW kemudian
melanjutkan perjalanan menuju Madinah. rasul memilih jalan yang berbeda dari
jalan umum. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pertemuan secara langsung
dengan orang-orang kafir Quraisy.
Dan sebelum tiba di Madinah, Rasul sempat singgah di
beberapa tempat dan salah satunya adalah Quba. Beliau tinggal di daerah ini
selama beberapa hari, sambil menunggu kedatangan Ali bin Abi Thalib RA dari
Makkah, bersama rombongan.
Ketika itu, saat akan berhijrah, Ali diperintahkan
Rasulullah SAW untuk menggantikannya tidur di tempat tidur Rasul. Ini
dimaksudkan untuk mengelabui perhatian kaum kafir Quraisy yang ingin membunuh
Nabi SAW.
Quba adalah satu daerah yang terletak di wilayah Madinah.
Jaraknya sekitar dua mil atau kurang lebih lima kilometer dari pusat kota
Madinah.
Hanafi al-Malawi dalam bukunya Tempat Bersejarah yang
dikunjungi Rasulullah SAW, menjelaskan, Nabi SAW tinggal di Desa Quba selama
empat hari dan kemudian membangun sebuah masjid yang sekarang dikenal dengan
nama Masjid Quba.
Inilah masjid yang dibangun dengan dasar ketaatan dan
ketaqwaan Rasulullah SAW kepada Allah SWT.
''Sesungguhnya Masjid yang didirikan atas dasar takwa
(Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di
dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah
menyukai orang-orang yang bersih.'' (QS At-Taubah [9]: 108).
Menurut hadis yang diriwayatkan Tirmidzi RA, orang yang
melakukan shalat di Masjid Quba sama pahalanya dengan melaksanakan umrah.
Seperti disebutkan dalam Sahih Bukhari, Nabi SAW terbiasa mengunjungi Masjid
Quba dengan berjalan kaki atau jika tidak seminggu sekali. Abdullah bin Umar
biasa mengikuti sunnah ini.
Dalam riwayat lain disebutkan, masjid Quba ini adalah salah
satu masjid yang paling disucikan (dimuliakan) oleh Allah setelah Masjid
al-Haram (Makkah), Masjid Nabawi (Madinah), dan Masjid al-Aqsha (Palestina).
Selama berada di Quba, jelas Al-Mahlawi, Rasul SAW tinggal
di rumah Kultsum bin al-Hadam bin Amr al-Qais, seorang lelaki tua yang masuk
Islam sebelum Rasul hijrah ke Yatsrib (sekarang Madinah).
Para sejarawan menyebutkan, tanah yang menjadi lahan
pembangunan Masjid ini mulanya adalah lapangan milik Kultsum bin Hadam, yang
biasa digunakan untuk menjemur kurma.
Masjid Quba adalah masjid yang dibangun dengan penuh
pengorbanan dan perjuangan. Allah SWT menyebutnya dengan dasar takwa,
sebagaimana diterangkan dalam ayat 108 diatas.
Hal ini dikarenakan perjuangan Rasulullah SAW dalam
menegakkan agama Allah yang harus dilalui dengan penuh rintangan dan halangan.
Kaum kafir quraisy hampir setiap saat selalu memantau dan mengawasi aktifitas
Nabi SAW.
Dan ketika kesempatan berhijrah datang, maka langkah awal
yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan masjid sebagai pusat perjuangan
dan dakwah Islam. Ini pulalah yang dilakukan Rasulullah SAW begitu tiba di
Madinah dengan mendirikan Masjid Nabawi, setelah sebelumnya membangun Masjid
Quba.
Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Nabi
Muhammadsaw, setelah Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah dia
dari Mekkah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun sejak saat-saat pertama
Muhammad. tiba di Madinah, yalah di tempat unta tunggangan Nabi. menghentikan
perjalanannya. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak
yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli oleh
Muhammad. untuk dibangunkan masjid dan tempat kediaman dia.[7][8]
Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan
tinggi atap sekitar 3,5 m[9] Muhammad. turut membangunnya dengan tangannya
sendiri, bersama-sama dengan para shahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat
sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun
kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya
dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa
penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan
dengan membakar jerami.[7]
Miniatur dari rekonstruksi Masjid Nabawi sesuai bentuk asal
di masa Nabi.
Miniatur dari rekonstruksi rumah nabi yang menempel di
dinding masjid Nabawi.
Kemudian melekat pada salah satu sisi masjid, dibangun
kediaman Nabi. Kediaman Nabi ini tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah
dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup. Selain itu ada pula
bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak
memiliki rumah.[7] Belakangan, orang-orang ini dikenal sebagai ahlussufah atau
para penghuni teras masjid.
Setelah itu berkali-kali masjid ini direnovasi dan
diperluas. Renovasi yang pertama dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada
tahun 17 H, dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 29 H. Di
zaman modern, Raja Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini
menjadi 6.024 m² pada tahun 1372 H. Perluasan ini kemudian dilanjutkan oleh
penerusnya, Raja Fahd pada tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya
hampir mencapai 100.000 m², di tambah dengan lantai atas yang mencapai luas
67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000
m². Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah.
Masjid dibangun oleh Nabi Muhammad pada 622 setelah
kedatangannya di kota Madinah.[10] Mengendarai serkor unta yang dinamai Qaswa
dia berhenti di tempat yang sekarang dijadikan masjid. Lahan tersebut dimiliki
oleh Sahal dan Suhayl. Bagian dari lahan ini digunakan untuk lahan tempat
pengeringan kurma; sedangkan bagian lainnya dijadikan taman pemakaman.[11]
Menolak di sebut "menerima lahan sebagai sebuah pemberian", dia
membeli lahan tersebut dan memerlukan waktu selama tujuh bulan untuk
menyelesaikan konstruksi. Saat itu luasnya 30,5 meter (100 ft) × 35,62 meter
(116,9 ft).[11] Atapnya, ditunjang oleh pelepah kurma, terbuat dari tanah liat
yang dipukul dan daun-daun kurma. Tingginya mencapai 3,60 meter (11,8 ft). Tiga
pintu masjid yaitu Bab-al-Rahmah ke selatan, Bab-al-Jibril ke barat dan
Babal-Nisa ke timur.[11]
Setelah Pertempuran Khaibar, masjid
"diperbesar".[12] Perluasan masjid untuk 47,32 meter (155,2 ft) pada
salah satu sisi dan tiga ruas pilar dibangun disamping tembok bagian barat,
yang menjadi tempat salat.[13] Masjid mengalami perubahan saat pemerintahan
Khulafaur Rasyidin Abu Bakar.[13] Khalifah kedua Umar meratakan semua rumah
dekat masjid kecuali rumah istri Nabi Muhammad untuk memperbesar masjid
ini.[14] Dimensi ukuran masjid baru saat itu menjadi 57,49 meter (188,6 ft) ×
66,14 meter (217,0 ft). Lumpur digunakan untuk dinding penutup. Selain ditaburi
kerikil di lantainya, tinggi atap ditambah hingga 5,6 meter (18 ft). Umar
sedikitnya membangun tiga konstruksi gerbang baru sebagai pintu masuk. Dia juga
menambahkan Al-Butayha bagi masyarakat untuk membacakan puisi-puisi.[15]
Khalifah ketiga Utsman merobohkan masjid ini pada 649 M.
Sepuluh bulan dihabiskan untuk membuat bentuk persegi panjang masjid yang
menghadap ke Kakbah di Mekkah. Masjid baru tersebut berukuran 81,40 meter
(267,1 ft) × 62,58 meter (205,3 ft). Jumlah gerbang disamakan pada bangunan
sebelumnya.[16] Dinding pembatas terbuat dari lapisan bata dengan adukan semen.
Tiang-tiang batang kurma digantikan oleh pilar batu yang disatukan dengan kempa
besi. Kayu jati juga dimanfaatkan dalam rekonstruksi langit-langit.[17]
Zaman pertengahan
Masjid Nabawi pada masa Kesultanan Utsmaniyah
Pada 707, Khalifah Umayyah Al-Walid ibn Abd al-Malik
merenovasi masjid. Renovasi ini memakan waktu tiga tahun untuk
menyelesaikannya. Bahan-bahan material berasal dari Bizantium.[18] Wilayah
masjid diperbesar dari 5094 meter persegi pada masa Utsman bin Affan menjadi
8672 meter persegi. Sebuah tembok dibangun untuk memisahkan masjid dan rumah
istri Nabi Muhammad. Masjid direnovasi dalam sebuah bentuk trapesium dengan
panjang 101,76 meter (333,9 ft). Untuk pertama kalinya, beranda dibangun di
masjid menghubungkan bagian utara struktur ke struktur terpentingnya. Untuk
pertama kalinya pula, minaret dibangun di Madinah, ia membangun empat
minaret.[19]
Khalifah Abbasiyah Al-Mahdi memperluas masjid ke utara
sebanyak 50 meter (160 ft). Namanya juga ditulis pada dinding masjid. Dia juga
mengusulkan untuk menghilangkan enam anak tangga menuju mimbar, tetapi usulan
ini ditolak, karena hal ini dapat menyebabkan kerusakan yang merugikan.[20]
Menurut tulisan Ibnu Qutaibah, khalifah ketiga Al-Ma'mun melakuan pekerjaan
yang tidak menentu pada masjid. Al-Mutawakkil memimpin pelapisan makam Nabi
dengan marmer.[21] Al-Ashraf Qansuh al-Ghawri membangun sebuah kubah di atas
makam Nabi pada 1476.[22]
Kubah Hijau, dalam Richard Francis Burton Pilgrimage, pada
1850 M
Raudlah (merujuk pada al-Rawdah al-Mutaharah), mencakup
kubah di sudut tenggara masjid,[6] dibangun pada 1817C.E. saat penguasaan
Sultan Mahmud II. Kubah di cat hijau pada 1837 C.E. dan lebih dikenal dengan
nama "Kubah Hijau".[5]
Sultan Abdul Majid I mengahabiskan waktu tiga belas tahun
untuk membangun kembali masjid, yang di mulai pada 1849.[23] batu bata merah
digunakan dalam material utama dalam rekonstruksi masjid. Luas lantai
diperbesar hingga 1293 meter persegi. Pada dinding-dindingnya, ayat-ayat
Alquran di lukis dalam bentuk kaligrafi Islam. Pada sisi utara masjid, sebuah
madrasah di bangun untuk "bimbingan mengajar Alquran ".[24]
Saudi
Ketika Saud bin Abdul Aziz merebut Madinah pada 1805, para
pengikutnya, Wahhabi, merobohkan setiap makam berkubah yang ada di Madinah
dalam pandangannya pada pencegahan pemuliaan bangunan,[25] termasuk Kubah Hijau
yang dikatakan akan segera dihancurkan.[26] Mereka tidak menghendaki
orang-orang memuliakan kuburan dan tempat yang dianggap memiliki keajaiban
supranatural yang berlawanan dengan tauhid.[27] Makam Nabi Muhammad dilepaskan
dari hiasan emas dan berliannya, tetapi kubah tersebut menjadi salah satu yang
masih dipelihara karena sebuah ketidaksuksesan percobaan untuk merobohkan
struktur kerasnya, atau karena beberapa tahun sebelumnya Ibnu Abdul Wahhab
menulis bahwa tidak berharap untuk melihat kubah dihancurkan pertentangannya
pada orang-orang yang berdoa di sekitar makam.[25] Kejadian serupa terjadi pada
1925 ketika Ikhwan Saudi kembali merebut dan mengawasi kota
Madinah.[28][29][30][31]
Setelah pendirian Kerajaan Arab Saudi pada 1932, masjid
mengalami modifikasi besar. Pada 1951 Raja Ibnu Saud (1932–1953) merencanakan
penghancuran bangunan sekitar masjid untuk membuat sayap baru ke timur dan
barat dari gedung peribadatan utama, dengan tetap kolom beton dengan sentuhan
seni. Kolom tertua diperkokoh beton dan dipasangi cincin tembaga diatasnya.
Minaret Suleymaniyya dan Majidiyya dipindahkan menjadi dua minaret bergaya
Mamluk. Dua menara tambahan ditegakkan ke barat daya dan timur laut masjid.
Sebuah perpustakaan dibangun sepanjang tembok bagian barat yang menjadi tempat
koleksi Al-Qur'an bersejarah dan beragam teks keagamaan lainnya.[24][32]
Pada 1974, Raja Faisal menambahkan 40.440 meter persegi
untuk luas masjid.[33] Perluasan masjid juga dilakukan pada masa kekuasaan Raja
Fahd pada 1985. Bulldozer turut gunakan dalam penghancuran bangunan-bangunan
sekitar masjid.[34] Pada 1992, ketika konstruksi ini selesai, wilayah masjid
menjadi 1,7 juta kaki. Eskalator dan 27 halaman juga ditambahkan dalam
perluasan masjid.[35]
Sebanyak $6 milyar diumumkan untuk perluasan masjid pada
September 2012. RT melaporkan bahwa setelah proyek selesai, masjid dapat
menampung lebih dari 1,6 juta jamaah.[36] Pada Maret tahun berikutnya, Saudi
Gazette menulis "95 persen penghancuran telah diselesaikan. Sekitar 10
hotel di sisi timur perluasan dihilangkan serta sejumlah rumah dan fasilitas
lain untuk membuat jalur menuju perluasan."[37]
Makam Nabi
Masjid Nabawi dari depan. Makam Nabi S.A.W terletak di bawah
kubah hijau di sebelah kanan
Rasulullah S.A.W dimakamkan di tempat meninggalnya, yakni di
tempat yang dahulunya adalah kamar Aisyah, istri Nabi. Kemudian berturut-turut
dimakamkan pula dua sahabat terdekatnya di tempat yang sama, yakni Abu Bakar
Al-Shiddiq dan Umar bin Khattab.[43] Karena perluasan-perluasan Masjid Nabawi,
ketiga makam itu kini berada di dalam masjid, yakni di sudut tenggara (kiri
depan) masjid. Sedangkan Aisyah dan kebanyakan shahabat yang lain, dimakamkan
di pemakaman umum Baqi. Dahulu terpisah cukup jauh, kini dengan perluasan
masjid, Baqi jadi terletak bersebelahan dengan halaman Masjid Nabawi.[4]
Riyadhul Jannah
Jantung Masjid Nabawi yang diistimewakan tetapi sangat kecil
yang bernama Riad ul-Jannah (Taman Surga). Tempat ini adalah bagian dari
perluasan makam Nabi Muhammad (Raudlah) hingga mimbar nya. Jamaah Haji berebut
masuk menuju tempat ini karena apabila melakukan salat atau berdoa di tempat
ini, maka doanya akan dikabulkan. Masuk ke area ini cukup sulit, utamanya pada
musim Haji. Tempat ini hanya menampung maksimal seratus jamaah.
Riad ul-Jannah terpisah dari Jannah (Surga). Ini diceritakan
oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Bersabda, "Wilayah antara rumahku
dengan mimbarku adalah salah satu taman surga, dan mimbarku itu berada di atas
kolamku."[44]
Raudlah
Masjid Nabawi saat berumur 1 tahun.
Salah satu bagian Masjid Nabawi terkenal dengan sebutan
Raudlah (taman surga). Doa-doa yang dipanjatkan dari Raudlah ini diyakini akan
dikabulkan oleh Allah. Raudlah terletak di antara mimbar dengan makam (dahulu
rumah) Rasulullah S.A.W Diterima dari Abu Hurairah, bahwa Nabi S.A.W bersabda
(yang artinya):
"Tempat yang terletak di antara rumahku dengan mimbarku
merupakan suatu taman di antara taman-taman surga, sedang mimbarku itu terletak
di atas kolamku."
Keutamaan Masjid Nabawi
Keutamaannya dinyatakan oleh Nabi S.A.W, sebagaimana
diterima dari Jabir ra. (yang artinya):
"Satu kali salat di masjidku ini, lebih besar pahalanya
dari seribu kali salat di masjid yang lain, kecuali di Masjidil Haram. Dan satu
kali salat di Masjidil Haram lebih utama dari seratus ribu kali salat di masjid
lainnya."
SEKIAN INFORMASI YANG BISA SAYA SAMPAIKAN SEMOGA BISA BERMANFAAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar